Perbedaan Leasing dan Sewa Beli

defaultMengenai leasing dapat dilihat pengertiannya dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (“Perpres 9/2009”). Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.[1]

Drs. Muhamad Djumhana, S.H. mengatakan bahwa sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai untuk menggantikan istilah leasing. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu to lease yang berarti menyewakan, tetapi berbeda pengertiannya dengan rent. Dalam bahasa Belandanya istilah ini adalahfinancieringshuur.[2]

Lebih lanjut, Muhamad Djumhana menjelaskan bahwa leasing dalam praktik hukum mempunyai pengertian sebagai kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara sukarela yang disertai dengan hak pilih (optie) bsgi perusahaan tersebut, untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati.[3]

Kemudian mengenai sewa beli, sepanjang penelusuran kami, tidak ada peraturan baru yang mengaturnya. Akan tetapi, dalam Keputusan Menteri Perdagangan Dan KoperasiNomor 34/KP/II/80 Tahun 1980tentangPerizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase) Jual Beli Dengan Angsuran, dan Sewa (Renting) (“Kepmen 34/1980”) yang telah dicabut olehPeraturan Menteri Perdagangan Republik IndonesiaNomor 21/M-DAG/PER/10/2005 Tahun 2005 tentangPencabutan Beberapa Perizinan Dan Pendaftaran Di Bidang Perdagangan, memberikan pengertian mengenai sewa beli.

Sewa Beli (hire purchase) adalah jual beli barang di mana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.[4]

Mengenai sewa beli ini, Suharnoko, S.H., MLI. [5] mengatakan bahwa beli-sewa adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).Akan tetapi karena Buku III KUHPer menganut sistem terbuka, maka para pihak boleh membuat perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPer.

Perjanjian yang diatur secara khusus dalam Buku III KUHPer disebut perjanjian nominat sedangkan perjanjian yang tidak diatur dalam Buku III KUHPer disebut perjanjian innominat.

Menurut ketentuan Pasal 1319 KUHPer, setiap perjanjian nominat maupun perjanjian innominat tunduk pada ketentuan umum hukum perjanjian. Dengan demikian perjanjian beli-sewa sebagai suatu perjanjian innominat juga tunduk kepada ketentuan umum tentang perjanjian seperti misalnya syarat sahnya perjanjian dan tentang wanprestasi.

Suharnoko[6] menjelaskan beli-sewa adalah suatu perjanjian campuran dimana terkandung unsur perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian beli-sewa selama harga belum dibayar lunas, maka hak milik atas barang tetap berada pada si penjual sewa, meskipun barang sudah berada di tangan pembeli sewa. Hak milik baru beralih dari penjual sewa kepada pembeli sewa setelah pembeli sewa membayar angsuran terakhir untuk melunasi harga barang.

 http://www.hukumonline.com/

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa sewa beli berbeda dengan jual beli dengan angsuran. Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M.[7] menjelaskan bahwa perbedaan terpenting di antara keduanya adalah tentang saat beralihnya hak dari penjual kepada pembeli. Pada sewa beliberalihnya hak (levering) terjadi pada saat seluruh cicilannya lunas terbayarkan. Jadi sebelum harganya lunas seluruhnya, kedudukan pembeli sewa hanya sebagai penyewa belaka. Dan berubah menjadi pembeli setelah habis angsurannya. Sementara pada jual beli dengan angsuran, hak atas barang sudah beralih (levering) dari penjual kepada pembeli setelah transaksinya terjadi walaupun saat itu harga belum seluruhnya dibayar.

Mengenai perbedaan ini, Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M., mengatakan bahwa kecuali untuk bentukoperating lease, maka bentuk transaksi yang paling mirip dengan leasing adalah transaksi sewa beli. Walaupun antara leasing dan sewa beli mirip, tetapi ada beberapa perbedaan di antara keduanya, yaitu:[8]

1.    Dalam sewa beli, lessee otomatis (“demi hukum”) jadi pemilik barang di akhir masa sewa, sementara pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi apabila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee.

2.    Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh lessee, dan barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tetapi dari pihak ketiga atau dari pihak lessee itu sendiri. Tetapi pada sewa beli, pihak lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan barang yang disewakan itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya barang tersebut berasal dari milik pembeli sewa beli sendiri.

3.    Leasing termasuk dalam salah satu metode pembiayaan yang diperkenankan dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga pembiayaan.

Leave a Reply