Hukum Waris Islam

Hukum Waris Islam, Pembagian harta waris secara Islam adalah wajib, namun harta warisan itu hak dan hak itu harus diminta dan boleh untuk tidak diminta atau tidak diambil, sebagaimana firman Allah SWT Q.S. An-Nisa’ ayat 13: “(Hukum-hukum waris tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”.

Dalam pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa ketentuan mengenai kewarisan ini, yaitu:

  1. hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
  2. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,  meninggalkan ahli awaris dan harta peninggalan.
  3. Ahli waris adalah orang yang  pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk menjadi ahli waris.
  4. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.
  5. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah,  pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
  6. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang-orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
  7.  Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
  8. Baitul Maal adalah balai harta keagamaan.

Sedang kewajiban ahli waris terhadap pewaris menurut ketentuan pasal 175 KHI adalah:

  1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
  2. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
  3. Menyelesaiakan wasiat pewaris.
  4. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

harta waris secara IslamAdapun mengenai pembagian kepada ahli waris ada ketentuan dalam perhitungannya, antara lain dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 11: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.

Di dalam sebuah ikatan persaudaraan sekalipun pasti memiliki beda pandangan antara lain sering terjadi dalam pembagian warisan, maka Pahli waris memiliki hak baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu,  maka yang bersangkutan  dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan (pasal 188 KHI).

apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum (Pasal 191 KHI).

pewaris yang beristeri dari seorang,  maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak milik para ahli warisnya (Pasal 190 KHI).

Seorang duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (Pasal 179 KHI).

Janda. dapat seperempat bagian, apabila pewaris tidak mempunyai anak dan mendapat seperdelapan, apabila pewaris meninggalkan anak (Pasal 180 KHI).

Masalah waris malwaris dikalangan ummat Islam di Indonesia, secara jelas diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus  dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan baik ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:

  1. Perkawinan.
  2. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
  3. Wakaf dan sedekah.

Menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita (anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan, saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli waris berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari pihak perempuan. Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

  1. Anak laki-laki (al ibn).
  2. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn)
  3. Bapak (al ab)
  4. Datuk, yaitu  bapak dari bapak (al jad).
  5. Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
  6. Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
  7. Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
  8. Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
  9. Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
  10. Paman seibu sebapak.
  11. Paman sebapak (al ammu liab).
  12. Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
  13. Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
  14. Suami (az zauj).
  15. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli waris.

Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:

  1. Anak perempuan (al bint).
  2. Cucu perempuan (bintul ibn).
  3. Ibu (al um).
  4. Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
  5. Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
  6. Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
  7. Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
  8. Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
  9. Isteri (az zaujah).
  10. Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).

Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat ¼ bagian apabila sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan mendapat bagian 1/8 apabila sipewaris mempunyai anak atau cucu, dan isteri tidak pernah terhijab dari ahli waris. Adapun yang menjadi dasar hukum bagian isteri adalah firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 12, yang artinya:

“Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak, dan jika kamu mempunyai anak, maka isteri-isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat atau setelah dibayar hutang-hutangmu”.

Suami mendapat ½ bagian apabila pewaris tidak mempunyai anak dan mendapat ¼ bagian apabila pewaris mempunyai anak, berdasarkan firman Allah surat an Nisa’ ayat 12, yang artinya:

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua bagian dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika tidak mempunyai anak, dan jika ada anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar hutang-hutangnya”.

Sedangkan bagian anak perempuan adalah:

  1. Seorang anak perempauan mendapat ½ bagian, apabila pewaris mempunyai anak laki- laki.
  2. Dua anak perempauan atau lebih, mendapat 2/3 bagian, apabila pewaris tidak mempunyai anak laki-laki.
  3. Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka pembagiannya dua berbanding satu (anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan mendapat satu bagian), hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An Nisa’ Ayat 11 yang artinya:

“Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.

Bagian anak laki-laki adalah:

  1. Apabila hanya seorang anak laki-laki saja, maka dia mengambil semua warisan sebagai ashabah, jika tidak ada ahli waris dzawil furudz, namun jika ada ahli waris dzawil furudz maka ia hanya memperoleh ashabah (sisa) setelah dibagikan kepada ahli waris dzwil furudz tersebut (ashabah bin nafsih).
  2. Apabila anak laki-laki dua orang atau lebih, dan tidak ada anak perempauan, serta ahli waris dzwil furudz yang lain, maka ia membagi rata harta warisan itu, namun jika ada anak perempuan, maka dibagi dua banding satu (ashabah bil ghair), berdasarkan surat Anisa’ ayat 11 dan 12 tersebut.

Ibu dalam menerima pusaka/bagian  harta waris adalah sebagai berikut:

  1.   Ibu mendapat seperenam, apabila pewaris meninggalkan anak.
  2. Ibu mendapat sepertiga bagian, apabila pewaris tidak mempunyai anak.

Dan diantara ahli waris yang ada, apabila ada ibu maka yang dihijab ibu adalah nenek dari pihak ibu, yaitu ibu dari ibu dan seterusnya keatas. Nenek dari pihak bapak yaitu ibu dari bapak dan seterusnya keatas. Hal ini berdasarkan surat An Nisa’ ayat 11 yang artinya:”Dan untuk dua orang ibu bapak, baginya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika pewaris itu  mempunyai anak”.

Bagian Bapak adalah:

  1. Apabila sipewaris mempunyai anak laki-laki atau cucu dari anak laki-laki, maka bapak mendapat 1/6 dari harta peninggalan dan sisanya jatuh kepada anak laki-laki.
  2. Apabila pewaris hanya meninggalkan bapak saja, maka bapak mengambil semua harta peninggalan dengan jalan ashabah.
  3. Apabila pewaris meninggalkan ibu dan bapak, maka ibu mendapat 1/3 dan bapak mengambil 2/3 bagian.

Sedangkan bagian nenek adalah:

  1. Apabila seorang pewaris meninggalkan seorang nenek saja, dan tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat bagian 1/6.
  2. Apabila seorang pewaris meninggalkan nenek lebih dari seorang dan tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat 1/6 dibagi rata diantara nenek tersebut.

Menurut hukum waris Islam, oarng yang tidak berhak mewaris adalah:

  1. Pembunuh pewaris, berdasrkan hadtis yang diriwayatkan oleh At tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasa’i.
  2. Orang murtad, yaitu keluar dari agama Islam, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bardah.
  3. Orang yang berbeda agama dengan pewaris, yaitu orang yang tidak menganut agama Islam atau kafir.
  4. Anak zina, yaitu anak yang lahir karena hubungan diluar nikah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi (Hazairin, 1964: 57).

Perlu diketahui bahwa jika pewaris meninggalkan ibu, maka semua nenek terhalang, baik nenek dari pihak ibu sendiri maupun nenek dari pihak ayah (mahjub hirman). Dan jika semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan adalah  hanya anak (baik laki-laki  maupun perempuan),  ayah, ibu, dan janda atau duda sedangkan ahli waris yang lain terhalang (mahjub) (Pasal 174  Ayat (2) KHI)

 

3 Comment

  1. mila says: Reply

    Syukron kang, kebetulan saya sedang membutuhkannya.
    Kalo saya boleh request, minta hikmah besar dibalik hukum waris islam donk!

    1. admin says: Reply

      Halo Mila,
      Semoga kami diberi waktu untuk publish materi hikmah dibalik hukum waris islam ya.
      thanks, sudah mampir ke website kami.

  2. irfan bone says: Reply

    Nenek saya menikah 2 kali.dari perkawinanya yg pertama melahirkan satu orang saja.suami pertamanya mati.menikah lagi untuk yg ke dua.tapi pernikahan yg kedua tidak mempunyai seorang anak satupun.lagi suami yg kedua pun mati.masin2 kedua suaminya meningalkan harta benda berupa tanah dan rumah.sedangkan si nenek masih hidup sampai skr.pertanyaan ku.apakah keluarga suami kedua berhak mendapat harta warisan atau tidak.tln di balas secepatnya

Leave a Reply