Sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat, dimana dalam komunikasitidak semua satu kata dan satu suara, pasti ada kalanya dibeberapa peristiwa muncul yang biasa kita kenal dengan istilah berbeda pandangan.
Apalagi dewasa ini dimana kebebasan dalam berdemokrasi sudah semakin terasa di negara Indonesia karena setiap warga negara sudah bebas dan dijamin oleh konstitusi untuk bebas mengeluarkan pendapat. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, kami kutip: “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Akan tetapi dalam hal berbeda pendapat atau selisih pandangan tidak jarang kadang menimbulkan konflik baik individu maupun secara berkelompok dan yang lebih fatal bukan hanya beradu argumen akan tetapi beradu otot, maka dalam hal ini yang akan dibahas mengenai akibat dari perselisihan yang berakhir dengan beradu otot, sudah tidak heran sering kita dengar mengenai jargon yang sering diucapkan, seperti ini “mari kita selesaikan secara jantan” kalimat tersebut memiliki makna yang mengarah kepada penafsiran kekuatan otot atau adu fisik.
Seharusnya sebisa mungkin dalam menyelesaiakan perberdaan ataupun permasalahan hindari dengan cara penyelesaian adu otot tersebut karena tidak ada keuntungan, seperti peribahasa “menang jadi arang, kalah jadi abu”, jadi konsekuensi dari pertengkaran tidak ada menang-kalah, akan tetapi sama-sama menanggung kerugian.
Dalam konteks bahasa beradu otot tidak jauh dari sebuah tindakan penganiayaan, yangmana dalam hukum pidana diatur beberapa jenis penganiayaan, tentu hukumannya pun satu sama lain berbeda, antara lain ada tindak pidana penganiayaan tergolong berat dan penganiayaan tergolong ringan :
- Penganiayaan berat, diatur dalam,
- Pasal 351 ayat (1) yang berbunyi : penganiayaan diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
- Pasal 351 ayat (2) yang berbunyi : jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;
- Pasal 351 ayat (3) yang berbunyi : jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
- Pasal 351 ayat (4) yang berbunyi: percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipenjara;
- Pasal 170 (1) yang berbunyi : barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan;
- Pasal 170 (2) yang berbunyi : dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
- Pasal 170 (3) yang berbunyi : dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan kematian.
- Penganiayaan ringan, diatur dalam,
- Pasal 352 (1) yang berbunyi : kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalakan pekerjaan jabatan atau pencarian diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara tiga bulan atau idana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
peristiwa sebgaimana dalam Pasal-pasal tersebut di atas yang seringkali terjadi dimasyarakat dalam sebuah tindakan penganiayaan, terhadap hal teknis dan prosesnya satu sama lain ada yang mengacu kepada hukum acara tergantung masing-masing dilihat dari klasifikasi subyek hukumnya (kondisi atau usia baik dari pelaku atau korban), dan masih banyak lagi jenis hukuman penaniayaan yang diatur secara khusus dalam undang-undang, seperti contoh undang-undang perlindungan anak.
Maka dari itu dalam peribahasa “menang jadi arang, kalah jadi abu” hal tersebut ada benarnya, karena menang akan diproses hukum dan yang kalah pastinya akan menderita akibat dari perbutan yang diterima dari si pelaku.
Advokat/Pengacara Bantul, Yogyakarta.
RONI SUTRISNO, SH.
HP. 0821 3816 0019