Sertifikat hak atas tanah adalah sebuah keterangan secara tertulis yang merupakan bukti sah secara hukum seseorang terhadap kepemilikan sebidang tanah atau lahan. dalam hal ini yang memiliki kewenangan dalam melakukan penerbitan Sertifikat hak atas tanah adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atas dasar dari pengajuan permohonan perorangan atau badan hukum yang telah memenuhi syarat agar diterbitakan sebuah sertifikat hak atas tanah.
Sertifikat hak atas tanah tidak bersifat mutlak (absolute), karena Sertifikat hak atas tanah bisa saja dikemudian hari dimohonkan untuk dilakukannya pembatalan, baik oleh si pemilik atau pihak lain yang merasa adanya haknya dilanggar pada obyek yang sudah terlanjur diterbitkannya sertifikat hak atas tanah tersebut, sehingga untuk dilakukan pembatalan adalah dengan alasan cacat hukum administratif atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sebagaimana diatur di dalam Pasal 104 ayat (2) Permen Agraria/BPN 9/1999, adapun mengenai pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah diatur di dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Dalam melakukan pembatalan sertifikat hak atas tanah ada 3 cara upaya hukum yang dapat ditempuh baik dilakukan di luar Pengadilan (Non Litigasi) ataupun diajukan di Pengadilan (Litigasi), yakni antara lain :
- Dilakukan di luar Pengadilan (Non Litigasi) yakni dengan cara mengajukan surat peromohonan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional cq. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Provinsi) Cq. Kepala Kantor Pertanahan (Kabupaten/Kota) dengan alasan cacat hukum administratif dan/atau kekeliruan mengenai obyek tanah sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999.
- Mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) , mengingat sertifikat hak atas tanah merupakan produk dari Pejabat Negara / Publik yang dalam hal ini adalah Menteri / Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional / / Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional / Kepala Kantor Pertanahan, sehingga masuk dalam unsur obyek Ketetapan Tata Usaha Negara (KTUN) dan dapat diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”). Akan tetapi perlu diketahui juga dalam mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usah Negara (PTUN) memiliki batas waktu/kadaluarsa yakni 90 hari terhitung sejak diterima dan diumumkan ketetapan dari pejabat terkait.
- Mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri. Alternative ini juga dapat digunakan, akan tetapi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, apalagi dengan melibatkan banyak pihak yang harus digugat sepanjang masih memiliki hubungan dengan obyek yang akan digugat dan dalam hal ini dikarenakan adanya hak dilanggar maka dapat diajukannya dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
apabila ingin mengetahui lebih detail dan konsultasi hukum, silahkan dapat menghubungi kami di 0821 3816 0019 atau email kantorpengacarars@gmail.com